BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada zaman sekarang, di
negara-negara maju dan berkembang bioteknologi berkembang dengan sangat pesat.
Kemajuan ini ditandai dengan ditemukannya berbagai macam teknologi seperti
rekayasa genetika, kultur jaringan, DNA rekombinan pengembangbiakan sel induk,
kloning, dan lain-lain. Teknologi ini memungkinkan kita untuk memperoleh
penyembuhan penyakit-penyakit genetik maupun kronis yang belum dapat
disembuhkan. Selain itu hal-hal yang mendorong perkembangan bioteknologi ini
adalah untuk meningkatkan mutu baik itu dalam bidang pangan, medis, maupun
bidang kehidupan lainnya. Bioteknologi secara umum berarti meningkatkan
kualitas suatu organisme melalui aplikasi teknologi. Aplikasi teknologi
tersebut dapat memodifikasi fungsi biologis suatu organisme dengan menambahkan
gen dari organisme lain atau merekayasa gen pada organisme tersebut. Salah satu
penerapan bidang bioteknologi yang sering dibicarakan orang yaitu kloning.
Kloning merupakan salah satu
bioteknologi mutakhir yang sangat bermanfaat untuk memultiplikasi genotip hewan
yang memiliki keunggulan tertentu dan preservasi hewan yang hampir punah.
Walaupun keberhasilan produksi hewan kloning lewat transfer inti sel somatik
telah dicapai pada berbagai spesies, seperti domba, sapi, mencit, kambing babi,
kucing, dan kelinci, efisiensinya sampai sekarang masih sangat rendah yakni
kurang dari 1 persen, dengan sekitar 10% yang lahir hidup (Han et al., 2003
dalam Hine, T. M, 2004).
Transfer inti melibatkan suatu seri
prosedur yang kompleks termasuk kultur sel donor, maturasi oosit in vitro,
enukleasi, injeksi sel atau inti, fusi, aktivasi, kultur in vitro reconstructed
embryo, dan transfer embrio. Jika salah satu dari tahap-tahap ini kurang
optimal, produksi embrio atau hewan kloning dapat terpengaruh. Sejarah tentang hewan
kloning telah muncul sejak awal tahun 1900, tetapi contoh hewan kloning baru
dapat dihasilkan lewat penelitian Wilmut et al. (1997), dan untuk pertama kali
membuktikan bahwa kloning dapat dilakukan pada hewan mamalia dewasa. Hewan
kloning itu dihasilkan dari inti sel epitel ambing domba dewasa yang dikultur
dalam suatu medium, lalu ditransfer ke dalam ovum domba yang kromosomnya telah
dikeluarkan, yang pada akhirnya menghasilkan anak domba kloning yang diberi
nama Dolly (Hine, T. M, 2004).
Kloning domba pertama sebenarnya
telah dilaporkan 26 tahun yang lalu oleh Willadson (1986) yang
menggunakan blastomer-blastomer embrio sebagai donor inti. Dan hal inilah yang
menjadi precursor bagi kegiatan-kegiatan transplantasi inti hewan-hewan
domestik termasuk domba Dolly. Produksi domba identik oleh Willadson (1986)
mencetuskan berbagai perbaikan dalam tehnik-tehnik kloning pada berbagai
spesies hewan. Hewan-hewan kloning yang dihasilkan dari transplantasi inti sel
somatik telah dilaporkan pada mencit, sapi, kambing, domba, dan babi (Hine, T.
M, 2004).
Penelitian-penelitian yang
melibatkan spesies-spesies lain terus dilakukan, dan dari informasi yang
dihimpun menunjukkan bahwa berbagai spesies hewan dapat dikloning lewat
transplantasi inti. Walaupun hewan kloning yang dihasilkan lewat transplantasi
inti sangat tidak efisien, akan tetapi fakta bahwa perkembangan kloning akan
besar sekali dampaknya terhadap kehidupan manusia menyebabkan
percobaan-percobaan terkait kloning masih dilakukan. Terlepas dari pro dan kontra
terhadap proses kloning, pada dasarnya kloning tetap memiliki beberapa manfaat
yang dapat diperoleh manusia misalnya dalam melestarikan keanekaragaman hayati
yang terancam punah. Untuk itu, perkembangan pengetahuan tentang kloning
seperti proses kloning, tehnik kloning, serta manfaat kloning harus dipahami
secara benar.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, dapat kita angkat beberapa permasalahan yaitu:
1.
Bagaimana garis besar teori kloning?
2.
Apa saja manfaat dan dampak kloning bagi
kehidupan?
3.
Apa saja kelemahan dan kelebihan
kloning?
4.
Bagaimana proses kloning terhadap
manusia, hewan dan tumbuhan?
5.
Bagaimana pandangan terhadap kloning
jika ditinjau dari beberapa aspek?
C. Tujuan
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, dapat kita simpulkan beberapa tujuan yaitu:
1.
Untuk mengetahui garis besar teori
kloning
2.
Untuk mengetahui manfaat dna dampak
kloning bagi kehidupan
3.
Untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan
kloning
4.
Untuk mengetahui proses kloning terhadap
manusia, hewan dan tumbuhan
5.
Untuk mengetahui pandangan terhadap
kloning ditinjau dari beberapa aspek.
D. Manfaat
Dengan dibuatnya makalah ini, semoga
dapat menjadi salah satu literatur bagi berbagai kalangan yang memerlukan untuk
menambah pengetahuan khususnya pembahasan mengenai kloning.
BAB II DASAR TEORI
A. Sejarah Kloning
Kata kloning, dari kata Inggris clone, pertama kali diusulkan oleh
Herbert Webber pada tahun 1903 untuk mengistilahkan sekelompok makhluk hidup
yang dilahirkan tanpa proses seksual dari satu induk. Secara alami kloning
hanya terjadi pada tanaman: menanam pohon dengan stek. Kloning pada
tanaman dalam arti melalui kultur sel mula-mula dilakukan pada wortel. Dalam
hal ini sel akar wortel dikultur, dan tiap selnya dapat tumbuh menjadi tanaman
lengkap. Teknik ini digunakan untuk membuat klon tanaman dalam perkebunan. Dari
sebuah sel yang mempunyai sifat unggul, kemudian dipacu untuk membelah dalam
kultur, sampai ribuan atau bahkan sampai jutaan sel. Tiap sel mempunyai susunan
gen yang sama, sehingga tiap sel merupakan klon dari tanaman tersebut.
Kloning pada hewan dilakukan
mula-mula pada amfibi (kodok), dengan mengadakan transplantasi nukleus ke dalam
telur kodok yang dienukleasi. Sebagai donor digunakan nukleus sel somatik dari
berbagai stadium perkembangan. Ternyata donor nukleus dari sel somatik yang
diambil dari sel epitel usus kecebong pun masih dapat membentuk embrio normal. Keberhasilan
ini tentu memicu penelitian lebih lanjut tentang kemungkinan penerapan
teknologi kloning ini pada hewan lain dan manusia. Hingga akhirnya pada tanggal
13 Oktober 1993, dua peneliti Amerika, Jerry L. Hall dan Robert J. Stillman
dari Universitas George Washington mengumumkan hasil kerjanya tentang kloning
manusia dengan menggunakan metode embryo splitting (pemisahan embrio ketika
berada dalam tahap totipotent) atas embrio yang dibuat secara in vitro
fertilization (IVF).
Dari proses embryo splitting tersebut,
Hall dan Stillman mendapatkan 48 embrio baru yang secara genetis sama persis.
18 Penelitian terhadap kloning ini pun tetap berlanjut. Sejarah tentang hewan
kloning telah muncul sejak tahun 1900, tetapi hewan kloning baru dapat
dihasilkan lewat penelitian Dr. Ian Willmut seorang ilmuwan skotlandia pada
tahun 1997, dan untuk pertama kali membuktikan bahwa kloning dapat dilakukan
pada hewan mamalia dewasa. Metode kloning yang digunakan untuk mengklon
biri-biri tersebut adalah metode somatic cell nuclear transfer (SCNT). Hewan
kloning tersebut dihasilkan dari inti sel epitel kambing domba dewasa yang
dikultur dalam suatu medium, kemudian ditransfer ke dalam ovum domba yang
kromosomnya telah dikeluarkan, yang akhirnya menghasilkan anak domba kloning yang
diberi nama Dolly.
Kloning domba Dolly merupakan
peristiwa penting dalam sejarah kloning. Dolly direproduksi tanpa bantuan domba
jantan, melainkan diciptakan dari sebuah sel kelenjar susu yang di ambil dari
seekor domba betina. Dalam proses ini Dr. Ian Willmut menggunkan sel kelenjar
susu domba finndorset sebagai donor inti sel dan sel telur domba blackface
sebagi resepien. Sel telur domba blackface dihilangkan intinya dengan cara
mengisap nukleusnya keluar dari selnya menggunakan pipet mikro. Kemudian, sel
kelenjar susu domba finndorset difusikan (digabungkan) dengan sel telur
domba blackface yang tanpa nukleus. Proses penggabungan ini dibantu oleh
kejutan/sengatan listrik, sehingga terbentuk fusi antara sel telur domba
blackface tanpa nucleus dengan sel kelenjar susu dompa finndorsat. Hasil fusi
ini kemudian berkembang menjadi embrio dalam tabung percobaan dan kemudian
dipindahkan ke rahim domba blackface. Kemudian embrio berkembang dan lahir
dengan ciri-ciri sama dengan domba Finndorset.
Sejak Wilmut et al. berhasil
membuat klon anak domba yang donor nukleusnya diambil dari sel kelenjar susu
domba dewasa, maka terbukti bahwa pada mammalia pun klon dapat dibuat. Atas
dasar itu para ahli berpendapat bahwa pada manusia pun secara teknis klon dapat
dibuat.
1962 - John Gurdon mengklaim telah mengkloning katak dari
sel dewasa.
1963 - J.B.S. Koin Haldane 'clone' istilah
1966 - Pembentukan kode genetik lengkap
1967 - Enzim DNA ligase terisolasi
1969 - Shapiero dan Beckwith mengisolasi gen pertama
1970 - Enzim restriksi Pertama terisolasi
1972 - Paul berg menciptakan molekul DNA rekombinan
pertama
1973 - Cohen dan Boyer menciptakan organisme pertama
DNA rekombinan
1977- Karl Illmensee mengklaim telah menciptakan tikus
dengan hanya satu orangtua
1979 - Karl Illmensee membuat klaim telah kloning
threemice
1983 - Solter dan McGrath sekering sel embrio tikus dengan
telur tanpa inti, tetapi gagal untuk mengkloning teknik mereka
1984 - Steen Wiladsen klon domba dari sel embrio
1985 - Steen Wiladsen klon domba dari sel embrio. Steen
Wiladsen bergabung Genetika Grenad untuk mengkloning sapi secara
komersial
1986 - Steen Wiladsen klon ternak dari sel dibedakan
1986 - Pertama, Prather, dan klon Eyestone sapi dari sel
embrio
1990 - Proyek Genom Manusia dimulai
1996 - Dolly, hewan pertama yang dikloning dari sel dewasa
lahir
1997 - Presiden Bill Clinton mengusulkan moratorium lima
tahun pada kloning
1997 - Richard Benih mengumumkan rencananya untuk
mengkloning manusia
1997 - Wilmut dan Campbell menciptakan Polly, domba kloning
dengan gen manusia dimasukkan
1998 - Teruhiko Wakayama menciptakan tiga generasi tikus
kloning genetik identik.
B. Definisi Kloning
Klon berasal dari kata klόόn
(yunani), yang artinya ranting. Kloning adalah tindakan menggandakan atau mendapatkan
keturunan jasad hidup tanpa fertilisasi, berasal dari induk yang sama,
mempunyai susunan (jumlah dan gen) yang sama dan kemungkinan besar mempunyai
fenotip yang sama. Kloning manusia adalah teknik membuat keturunan dengan kode
genetik yang sama dengan induknya yang berupa manusia.
Kloning adalah cara bereproduksi
secara aseksual atau untuk membuat salinan atau satu set salinan
organisme mengikuti fusi atau memasukan inti diploid kedalam oosit
(Seidel ,GE Jr., 2000 dalam Tong, W F., 2002).
Americaan Medical Association
mendefinisikan kloning sebagai produksi
dari organisme identik secara genetik melalui sel somatik transfer nuklir, walaupun definisi yang lebih luas sering digunakan untuk memasukkan produksi jaringan dan organ dari kultur sel atau jaringan menggunakan sel (Tong, W F., 2002).
dari organisme identik secara genetik melalui sel somatik transfer nuklir, walaupun definisi yang lebih luas sering digunakan untuk memasukkan produksi jaringan dan organ dari kultur sel atau jaringan menggunakan sel (Tong, W F., 2002).
Kloning dalam biologi adalah proses
menghasilkan populasi serupa genetik individu identik yang terjadi di alam saat
organisme seperti bakteri, serangga atau tanaman bereproduksi secara aseksual.
Secara definisi, klon adalah
sekelompok organisme hewan maupun tumbuhan melalui proses reproduksi aseksual
yang berasal dari satu induk yang sama. Setiap anggota klon tersebut memiliki
jumlah dan susunan gen yang sama sehingga kemungkinan besar fenotifnya juga
sama (Rusda, M, 2003).
Kloning pada tanaman dalam arti
melalui kultur sel mula-mula dilakukan pada tanaman wortel. Dalam hal ini sel
akar wortel dikultur, dan tiap selnya dapat tumbuh menjadi tanaman lengkap.
Teknik ini digunakan untuk membuat klon tanaman dalam perkebunan. Dari sebuah
sel yang mempunyai sifat unggul, kemudian dipacu untuk membelah dalam kultur,
sampai ribuan atau bahkan sampai jutaan sel. Tiap sel mempunyai susunan gen
yang sama, sehingga tiap sel merupakan klon dari tanaman tersebut.
C. Macam-Macam Kloning
Kloning adalah tindakan menggandakan
atau mendapatkan keturunan tanpa fertilisasi, berasal dari induk yang sama,
mempunyai susunan (jumlah dan gen) yang sama dan kemungkinan besar mempunyai
fenotip yang sama. Berdasarkan pengertian diatas, terdapat beberapa jenis
kloning yang dikenal, antara lain:
1.
Kloning DNA Rekombinan
Kloning DNA adalah
memasukkan DNA asing ke dalam plasmid suatu sel bakteri. DNA yang dimasukkan
ini akan bereplikasi (memperbanyak diri) dan diturunkan pada sel anak pada
waktu sel tersebut membelah. Gen asing ini tetap melakukan fungsi seperti sel
asalnya, walaupun berada dalam sel bakteri. Pembentukan DNA rekombinan ini
disebut juga rekayasa genetika. Perekayasaan genetika terhadap satu sel dapat
dilakukan dengan hanya menghilangkan, menyisipkan atau menularkan satu atau
beberapa pasang basa nukleotida penyusun molekul DNA tersebut.
Untuk kloning ini diperlukan plasmid dan enzim untuk memotong DNA, serta
enzim untuk menyambungkan gen yang disisipkan itu ke plasmid.
Beberapa jenis bakteri mempunyai
sejumlah molekul DNA melingkar yang ukurannya kecil sekali, hanya mengandung
beberapa ribu pasang basa, selain mempunyai kromosom utama dengan 4 juta pasang
basa. Kromosom mini ini dinamakan juga plasmid. Plasmid dapat bereplikasi
secara otonom. Plasmid ini merupakan elemen genetis yang tidak berhubungan
dengan kromosom utama dan mengandung gen-gen yang resisten terhadap antibiotik,
antara lain yaitu antibiotik tetrasiklin dan ampisilin). Keresistenan terhadap
antibiotik memerlukan sejumlah enzim yang secara kimiawi dapat menetralisir
antibiotik tersebut.
Dengan menempatkan gen pada plasmid,
masing-masing gen ada dalam salinan (copy) sejumlah plasmid tertentu yang
dinamakan episom. Plasmid ini mampu bergerak mendekati dan menjauhi elemen
kromosom utama. Hal ini menunjukkan bahwa plasmid memiliki elemen-elemen
genetis yang bergerak, yang dilakukan melalui fusi secara bebas dari dua unit
DNA replikasi (replikon). Plasmid dapat diintegrasikan (dimasukkan) ke dalam
kromosom bakteri dan dapat dipindahkan dari satu sel bakteri ke bakteri yang
lain melalui transformasi, jika kromosom sel-sel tersebut merupakan
pasangannya.
Transformasi adalah pemindahan satu
sifat mikroba melalui bagian DNA tertentu dari mikroba. Oleh karena DNA plasmid
sangat kecil daripada fragmen DNA kromosom, maka dapat dengan mudah dipisahkan
dan dimurnikan. Di dalam laboratorium, jika plasmid dicampurkan dengan bakteri,
dengan adanya ion Ca++, DNA plasmid tersedot ke dalam
sel bakteri, sehingga bakteri mengandung plasmid yang tersedot tersebut. Sel
bakteri mempunyai satu bentuk plasmid. Kenyataannya bahwa enzim Eco Ri
menghasilkan potongan ujung khusus yang kohesif yang selanjutnya merupakan
metode praktis untuk kloning fragmen DNA. Cara yang penting adalah memasukkan
suatu fragmen DNA yang telah dipotong dengan enzim restriksi Eco Ri ke dalam plasmid
hibrid yang dapat digunakan untuk mempengaruhi bakteri. Masing-masing sel
bakteri memperoleh satu sel plasmid rekombinan yang mengandung fragmen DNA
asing yang dimasukkan.
Penggunaan antibiotik secara
ekstensif dan penyalahgunaan antibiotik dalam pengobatan manusia dan hewan
ternak menyebabkan strain bakteri alami menjadi resisten terhadap kebanyakan
antibiotik yang bersifat umum. Biasanya keresistenan ini tergantung pada respon
(tanggapan) plasmid bakteri yang mempunyai enzim khusus yang dapat menguraikan
antibiotik. Jika digunakan plasmid yang resisten antibiotik bersama-sama dengan
sel bakteri yang plasmidnya sensitive terhadap antibiotik, dengan memasukkan
plasmid resisten terhadap antibiotik yang mengandung gen rekombinan, plasmid
ini dapat dideteksi dengan mudah. Plasmid pbR 322 adalah salah satu contoh
plasmid yang mengandung gen resisten terhadap dua jenis antibiotik yaitu
ampisilin dan tetrasiklin. Selain itu tempat untuk enzim restriksi bekerja
berada di antara gen-gen yang resisten terhadap antibiotik tersebut. Dengan
demikian, jika sepotong DNA asing dikombinasikan ke dalam satu atau lebih gen
resisten antibiotik, gen tersebut tidak akan aktif. Hal ini berarti bahwa
keberhasilan pemotongan DNA asing ke dalam satu gen resisten antibiotik dengan
mudah dideteksi. Potensi genetis untuk resisten tersebut dieleminir. Jika
plasmid dimasukkan ke dalam sel bakteri (hos), bakteri akan memperoleh
keresistenan khusus yang kedua karena gen tersebut utuh.
Plasmid yang membawa gen resisten
antibiotik itu tersebar luas di alam dan plasmid tersebut dimutasikan agar
tidak dapat bergerak secara spontan dari satu sel ke sel yang lain. Dengan
menggunakan strain bakteri tertentu, percobaan dengan menggunakan plasmid yang
resisten obat sangat berguna tanpa menimbulkan resiko yang berarti. Plasmid
yang pertama kali dipakai sebagai vektor untuk rekombinan DNA adalah plasmid
dari sel bakteriEscherichia coli. Plasmid ragi Saccharomyces
cerevisiae, dan plasmid bakteri Bacillus subtilis dan
virus saat ini juga digunakan sebagai vektor untuk rekombinan DNA.
Dalam melakukan pengklonan suatu DNA
asing atau DNA yang diinginkan atau DNA sasaran harus memenuhi hal-hal sebagai
berikut. DNA plasmid vektor harus dimurnikan dan dipotong dengan enzim yang
sesuai sehingga terbuka. DNA yang akan disisipkan ke molekul vektor untuk
membentuk rekombinan buatan harus dipotong dengan enzim yang sama. Reaksi
pemotongan dan penggabungan harus dipantau dengan menggunakan elektroforesis
gel. Rekombinan buatan harus ditransformasikan ke E. coli atau
ke vektor lainnya.
Rekayasa genetik dengan menggunakan
plasmid bakteri E. coli dapat dilakukan sebagai berikut:
a.
Menentukan
gen yang diinginkan untuk disisipkan, misalnya gen pengkode hormone insulin
dari sel-sel pankreas manusia atau gen pengkode hormone pertumbuhan dari
kelenjar pituitari. Kromosom sel-sel pankreas dikeluarkan dengan memecah
membran plasma. Membran plasma ini dipecah dengan diberi kejutan listrik atau
dengan pemberian zat kimia yaitu polietilen glikol atau kalsium klorida (CaCl2),
sehingga kromosom dapat keluar dari sel pankreas.
b.
Kromosom
yang diinginkan tadi dipotong dengan menggunakan enzim restriksi endonuklease
untuk melepaskan bagian DNA yang diinginkan, kemudian memurnikan DNA tersebut.
Elektroforesis dapat juga digunakan untuk persiapan memurnikan fragmen DNA
tertentu, selain digunakan untuk menganalisis.
c.
Mengektraksi
plasmid dari sel bakteri. Plasmid dipisahkan dari sel dengan cara memecah
dinding sel bakteri. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan deterjen atau
dengan enzim lisozim, kemudian dilisis dengan natrium hidroksida (NaOH) dan
larutan dedosil sulfat. DNA kromosom akan menggumpal dan dinetralisir dengan
natrium asetat. DNA plasmid ini akan menggumpal membentuk jaring-jaring dan
dengan mudah mengendap. Untuk memisahkan DNA ini dilakukan sentrifugasi.
d.
Cairan
yang mengandung plasmid ini dijenuhkan dengan pengendapan etanol. DNA plasmid
yang dimurnikan dengan filtrasi gel. Plasmid yang berbentuk lingkaran itu
dipotong dengan enzim restriksi endonuklease yaitu enzim yang sama digunakan
untuk memotong DNA pankreas. Enzim ini memecah ikatan fosfodiester pada molekul
DNA. Endonuklease memecah asam nukleat pada posisi internal, sedangkan enzim
eksonuklase memecah molekul DNA dari ujung molekulnya.
e.
Kemudian
pemasangan gen pengkode yang diinginkan tadi ke dalam plasmid dengan
menggunakan enzim ligase yang fungsinya menggabungkan ikatan fosfodiester
antara fragmen ujung-ujung yang terpotong tadi. Proses penyambungan tersebut
disebut ligasi. Karena enzim yang digunakan untuk memotong DNA sel pankreas dan
plasmid sama jenisnya, akan menghasilkan ujung-ujung yang lengket yang sama
strukturnya, sehingga penyambungannya akan menyatu sempurna. Suhu optimum untuk
ligasi adalah 37oC, tetapi ikatannya tidak stabil. Ligasi akan
berhasil jika dilakukan pada suhu 4o-150oC.
f.
Plasmid
yang telah disisipi gen pengkode yang diinginkan itu dimasukkan ke dalam sel
bakteri coli dengan cara tranformasi. Transformasi dilakukan dengan memasukkan
bakteri E. coli ke dalam larutan CaCl2 sehingga terbentuk lubang-lubang
sementara, sehingga plasmid dapat masuk ke dalam sel bakteri. Diharapkan
bakteri yang telah disisipi gen tersebut mewarisi sifat gen baru, sehingga
bakteri yang telah disisipi dengan gen pengkode insulin dapatm memproduksi
insulin.
g.
Langkah
selanjutnya adalah mengembangbiakkan bakteri hasil rekayasa dalam tabung
fermentasi yang berisi medium untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan
bakteri E. coli untuk memproduksi insulin dalam jumlah yang banyak.
Insulin yang terbentuk kemudian dipisahkan dari senyawa yang lain.
2.
Kloning Kesehatan (Terapeutic
Cloning)
Kloning terapeutik bagian dari
terapi sel punca (sel induk) yang bertujuan untuk menghindari adanya reaksi
penolakan terhadap sistem imun pasien pada saat dilakukan terapi. Kloning
terapeutik dilakukan dengan sel induk, dimaksudkan untuk tujuan terapeutik
(penyembuhan) dan riset medis, bukan untuk menciptakan manusia baru. Hal
ini dilakukan dengan menggunakan teknologi SCNT (Somatic Cell Nuclear
Transfer). Sel punca memiliki potensi yang sangat menjanjikan untuk
terapi berbagai penyakit sehingga menimbulkan harapan baru untuk mengobatinya.
Sampai saat ini, ada 3 golongan penyakit yang dapat diatasi dengan penggunaan
sel punca, di antaranya adalah:
a.
Penyakit
autoimun
b.
Penyakit
degeneratif, contoh stroke, Parkinson, Alzhimer
c.
Penyakit
kanker, contoh leukemia.
Sel punca embrionik sangat plastis
dan mudah dikembangkan menjadi berbagai macam jaringan sel, seperti neuron,
kardiomiosit, osteoblast, fibroblast, dan sebagainya. Oleh karena itu, sel
punca embrionik dapat digunakan untuk transplantasi jaringan yang rusak. Selain
itu, sel punca embrionik memiliki tingkat imunogenisitas yang rendah selama
belum mengalami diferensiasi. Salah satu cara untuk menghindari
terjadinya graft versus host disease (GVHD) adalah dengan
menggunakan sel punca embrionik dengan sel somatik yang bersumber dari pasien
itu sendiri sehingga tidak akan ada penolakan lagi terhadap sistem imunnya.
Dengan menggunakan teknologi SCNT, sel punca embrionik yang dihasilkan akan
identik dengan induknya (dalam hal ini adalah pasien itu sendiri). Hal itu
mengakibatkan tidak akan adanya reaksi penolakan terhadap sistem imun pasien
apabila dilakukan transplantasi.
Secara teoritis, teknik SCNT
memiliki potensi besar dalam dunia kesehatan karena dapat dipergunakan untuk
transplantasi berbagai organ dan jaringan pada manusia. Secara singkat tahapan
untuk melakukan kloning terapeutik pada manusia:
a.
Pertama
mengambil biopsi sel somatik dari tubuh pasien dan inti dari sel somatik
tersebut ditransfer ke dalam sel telur donor yang telah dikeluarkan intinya (unfertilized
enucleated oocyte).
b.
Sel
telur hasil manipulasi dikultur sampai ke tahapan tertentu dan setelah
mengalami berbagai proses akan didapatkan sel punca embrionik.
c.
Sel
punca embrionik ini diarahkan perkembangannya menjadi suatu jaringan atau organ
tertentu yang akan dapat digunakan untuk transplantasi jaringan atau organ dan
tidak akan mengalami rejeksi sistem imun pada pasien itu sendiri (immunologically
compatible transplant).
d.
Dengan
menggunakan bantuan mikroskop, pergerakan sel telur ditahan dengan holding
pipette.
e.
Kemudian,
DNA dari sel somatik pasien (yang berada di dalam injection pipette)
diintroduksikan ke dalam sel telur enucleated. Sel telur hasil manipulasi
dikultur secara in vitro menjadi blastosit selama 5-6 hari.
f.
Lalu, inner
cell mass diisolasi dan dikultur di cawan petri sehingga akan
berkembang menjadi sel punca embrionik yang memiliki profil imunologi yang sama
dengan pasien.
3.
Kloning Reproduksi (Reproductive
Cloning)
Kloning reproduktif pertama kali
dilakukan oleh seorang Ilmuan Inggris, John Gurdon. Beliau berhasil melakukan
kloning pada katak. Kemudian para peneliti dengan antusias melakukan percobaan
lain pada mamalia. Sampai dengan tahun 1996 tepatnya 5 Juli, Ian Wilmut dan
para peneliti yang lain dari Roslin Institute di Edinburg (Skotlandia) berhasil
menciptakan biri-biri yang diberi nama Dolly, akan tetapi penelitian ini
dikatakan belum berhasil karena Dolly yang seharusnya dapat mencapai umur 11
tahun ternyata hanya dapat mencapai umur 6 tahun. Hasil penelitian ini,
menunjukkan bahwa Dolly mengalami penuaan dini, menderita penyakit radang
sendi, dan infeksi paru kronis.
Kloning reproduktif mengandung arti
suatu teknologi yang digunakan untuk menghasilkan individu baru atau teknologi
yang digunakan untuk menghasilkan hewan yang sama dengan menggunakan teknik
SCNT. Genetika individu klon tidak seluruhnya memiliki kesamaan dengan sang
induk, persamaan genetika individu klon dengan induknya hanya terletak pada
inti DNA donor yang berada di kromosom. Individu klon juga memiliki material
genetik lainnya yang berasal dari DNA mitokondria di sitoplasma. Teknologi
kloning reproduktif dapat digunakan untuk mencegah terjadinya kepunahan
hewan-hewan langka ataupun hewan-hewan sulit dikembangbiakkan. Namun, laju
keberhasilan teknologi ini sangatlah rendah seperti pada contoh yaitu Domba
Dolly merupakan contoh kloning reproduktif yang satu-satunya klon yang berhasil
lahir setelah dilakukan 276 kali percobaan.
Pada kloning reproduktif ini sel
donor yang berupa sel somatik (2n) diintroduksikan keenucleated oocyte.
Keberhasilan proses aktivasi embrio konstruksi secara kimiawi atau mekanik
mengakibatkan terjadinya proses pembelahan sampai ke tahap blastosit. Kemudian,
embrio dimplantasikan ke dalam rahim untuk dilahirkan secara normal. Berbeda
pada kloning kesehatan yang setelah embrio mencapai tahapan blastosit, embrio
dikultur secara in vitro untuk didiferensiasikan menjadi berbagai jenis sel
untuk kegunaan terapeutik atau kesehatan.
Sampai saat ini, hewan klon yang
berhasil diproduksi jumlahnya cukup banyak, di antaranya adalah domba, sapi,
kambing, kelinci, kucing, dan mencit. Sementara itu, tingkat keberhasilan
kloning masih rendah pada hewan anjing, ayam, kuda, dan primata. Masalah yang
kerap kali timbul dalam kloning reproduktif adalah biaya dan efisiensinya.
Penelitian dalam kloning reproduktif membutuhkan biaya yang sangat tinggi dan
tingkat kegagalannya tinggi. Di samping tingkat keberhasilan yang rendah, hewan
klon cenderung mengalami masalah defisiensi sistem imun serta sangat rentan
terhadap infeksi, pertumbuhan tumor, dan kelainan-kelainan lainnya.
Penyebab timbulnya berbagai masalah
di atas adalah adanya kesalahan saat pemrograman material genetik (reprogramming) dari
sel donor. Kesalahan pengkopian DNA dari sel donor atau yang lebih dikenal
dengan sebutan genomic imprinting akan mengakibatkan
terjadinya perkembangan embrio yang abnormal. Berbagai contoh abnormalitas yang
terjadi pada klon mencit adalah obesitas, pembesaran plasenta(placentomegally), kematian
pada usia dini. Parameter yang dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan dalam
SCNT adalah kemampuan sitoplasma pada sel telur untuk mereprogram inti dari sel
donor dan juga kemampuan sitoplasma untuk mencegah terjadinya perubahan-perubahan
secara epigenetik selama dalam perkembangannya. Dari semua penelitian yang
telah dipublikasikan, tercatat hanya sebagian kecil saja dari embrio hasil
rekonstruksi (menggunakan sel somatik dewasa atau fetal) yang berkembang
menjadi individu muda yang sehat.
D. Prosedur Pengkloningan
Dalam melakukan teknik kloning ini,
ada beberapa prosedur yang dijelaskan secara sederhana sebagai berikut:
1.
Mempersiapkan
sel stem yaitu suatu sel awal yang akan tumbuh menjadi sel tubuh. Sel ini
diambil dari manusia yang akan dikloning.
2.
Sel
stem diambil inti selnya yang mengandung informasi genetik kemudian inti selnya
dipisahkan dari sel.
3.
Inti
sel dari sel stem diimplantasikan ke sel telur.
4.
Sel
telur dipicu supaya terjadi pembelahan dan pertumbuhan. Setelah membelah, pada
hari kedua terbentuk sel embryo.
5.
Sel
embryo yang terus membelah ini disebut blastosit, mulai memisahkan diri pada
hari kelima dan siap diimplantasikan ke dalam rahim.
6.
Embryo
tumbuh dalam rahim menjadi bayi yang mempunyai kode genetik persis sama dengan
sel stem donor.
Stem Cell
adalah sel induk yang berfungsi untuk membentuk sel baru. Ada
beberapa jenis Stem Cell, diantaranya adalah:
1.
Adult Stem Cell adalah sel induk
yang sudah dewasa, artinya sudah memiliki fungsi spesifik dan hanya mampu membentuk
beberapa jenis sel yang segolongan saja (multipoten), misalnya Stem Cell
Jantung hanya dapat membentuk sel otot jantung, sel otot
polos dan endotel. Therapy menggunakan Adult Stem
Cell sudah digunakan selama puluhan tahun, namun Karena biayanya yang sangat
mahal dan prosedur yang sangat rumit, tidak banyak pasien
yang berkesempatan menjalani therapy ini.
2.
Embryonic Stem Cell adalah sel
induk (sel punca) yang merupakan cikal bakal atau sel
mula-mula yang berkembang
biak membentuk seluruh organ tubuh makhluk hidup
(pluripoten). Stem Cell inilah yang terus menerus membelah diri sehingga
terbentuk janin yang kemudian lahir sebagai bayi.
E. Tehnik-Tehnik Kloning
1.
Tehnik
Roslin
Kloning domba Dolly merupakan
peristiwa penting dalam sejarah kloning. Dengan kegiatan kloning yang dilakukan
pada kambing tidak hanya membangkitkan antusias terhadap kloning, melainkan
kegiatan kloning tersebut membuktikan bahwa kloning binatang dewasa dapat
disempurnakan. Sebelumnya, tidak diketahui bahwa suatu nukleus dewasa ternyata
mampu memproduksi suatu hewan yang lengkap atau komplit.
Ian Wilmut dan Keith Cambell
memperkenalkan tentang suatu metode yang mampu melakukan singkronisasi siklus
sel dari kedua sel, yakni sel donor dan sel telur. Tanpa singkronosasi siklus
sel, maka inti tidak akan berada pada suatu keadaan yang optimum untuk dapat
diterima oleh embrio. Bagaimanapun juga sel donor harus diupayakan untuk dapat
masuk ke Gap Zero, atau stadium sel G0, atau stadium sel dorman
(Rusda, M., 2003).
Tahapan yang dilakukan oleh Ian
Wilmut dan Keith Cambell adalah sebagai berikut (Rusda, M., 2003). Pertama, suatu sel (yang dijadikan
sebagai sel donor) diseleksi dari sel kelenjar mammae domba betina berbulu
putih (Finn Dorset) untuk menyediakan informasi genetis bagi pengklonan. Untuk
studi ini, peneliti membiarkan sel membelah dan membentuk jaringan in vitro
atau diluar tubuh hewan. Hal ini akan menghasilkan duplikat yang banyak dari
suatu inti yang sama.
Kedua, suatu sel donor diambil dari
jaringan dan dimasukkan ke dalan campuran, yang hanya memiliki nutrisi yang
cukup untuk mempertahankan kehidupan sel. Hal ini menyebabkan sel untuk
menghentikan seluruh gen yang aktif dan memasuki stadium G0 atau
stadium dorman. Kemudian sel telur dari domba betina Blackface dienokulasi dan
diletakkan disebelah sel donor.
Domba blackface adalah domba betina
yang mukanya tertutupi bulu hitam atau sering disebut juga Scottish
Blackface. Satu sampai delapan jam setelah pengambilan sel telur, kejutan
listrik digunakan untuk menggabungkan dua sel tadi, pada saat yang sama
pertumbuhan dari suatu embrio mulai diaktifkan. Tehnik ini tidak sepenuhnya
sama seperti aktivasi yang dilakukan oleh sperma, karena hanya beberapa sel
yang mampu bertahan cukup lama untuk menghasilkan suatu embrio setelah diaktifkan
oleh kejutan listrik (Rusda, M., 2003).
Jika embrio ini dapat bertahan, ia
dibiarkan tumbuh selama sekitar enam hari, diinkubasi di dalam oviduk domba.
Apabila ternyata sel yang diletakkan di dalam oviduk lebih awal, di dalam
pertumbuhannya akan lebih mampu bertahan dibandingkan dengan embrio yang
diinkubasi di dalam laboratorium. Pada tahap terakhir, embrio tersebut akan
ditempatkan ke dalam uterus betina penerima (surrogate mother). Induk betina
tersebut selanjutnya akan mengandung hasil kloning tadi hingga hewan hasil
kloning siap untuk dilahirkan. Bila tidak terjadi kekeliruan atau kesalaha
selama dalam uterus domba, maka suatu duplikat yang persis sama dari donor akan
lahir.
Domba yang baru lahir itu memiliki
semua karakteristik yang sama dengan domba yang lahir secara alamiah. Dan telah
diamati bila ada efek yang merugikan, seperti resiko tinggi terhadap kanker
atau penyakit genetis lainnya yang terjadi atas kerusakan bertahap DNA.
Percobaan kloning domba Dolly, yang merupakan mamalia pertama yang dikloning
dari DNA sel dewasa, telah dibunuh dengan suntikan mematikan pada tanggal 14
Februari 2003. Sebelum kematiannya, Dolly menderita kanker paru-paru dan
arthritis melumpuhkan, padahal sebagian besar domba Finn Dorset hidup sampai 11
sampai 12 tahun. Setelah diperiksa, kambing Dolly tampaknya menunjukkan bahwa,
selain kanker dan arthritis, ia tampaknya cukup normal (Tong, W F., 2002).
2.
Tehnik
Honolulu
Pada Juli 1998, sebuah tim ilmuwan
dari Universitas Hawai mengumumkan bahwa mereka telah menghasilkan tiga
generasi tikus kloning yang secara genetik identik. Tehnik ini diakreditasi
atas nama Teruhiko Wakayama dan Ryuzo Yanagimachi dari Universitas Hawai.
Yanagimachi menciptakan tiga generasi berturut-turut. Sebelum keberhasilan ini,
diperkirakan bahwa tahap awal di mana embrio genom hewan mengambil
lebih (dua-sel pada tikus) menyulitkan nukleus pemrograman ulang terjadi.
Tikus adalah salah satu yang untuk melakukan kegiatan mengkloning tidak seperti
domba. Pada tikus, sel telur melai melakukan mitosis segera setelah proses
pembuahan terjadi, sehingga menyebabkan peneliti hanya memiliki sedikit
waktu untuk memprogram ulang inti baru.
Domba digunakan pada tehnik Roslin
karena sel telurnya membutuhkan beberapa jam sebelum membelah, memungkinkan
adanya waktu bagi sel telur untuk memprogram ulang nukleus barunya. Meskipun
tidak mendapatkan keuntungan tersebut ternyata Wakayama dan Yanagimachi mampu
melakukan kloning dengan angka keberhasilan yang jauh lebih tinggi yaitu
menghasilkan 3 kloning dari sekitar seratus proses kloning yang yang dilakukan,
sedangkan dibandingkan percobaan yang dilakukan oleh Ian Wilmut hanya
menghasilkan satu klon dari 277 proses kloning yang di lakukan. Apabila kita
persentasikan, maka prosentase keberhasilan tehnik Honolulu lebih besar dengan
angka persentase 3%, sedangkan tingkat keberhasilan dengan tehnik Roslin yang
dilakukan oleh Ian Wilmut hanya sebesar 0,361%.
Wakayama dan Yanagimachi melakukan
pendekatan terhadap masalah sinkronisasi siklus sel yang berbeda dibandingkan
Ian Wilmut. Ian Wilmut menggunakan sel dari kelenjar mammae yang harus dipaksa
untuk memasuki ke stadia G0, sedangkan Wakayama dan Yanagimachi awalnya
menggunakan beberapa tipe sel yakni, sel otak dan sel kumulus. Sel otak berada
dalam stadia G0 secara alamiah dan sel kumulus hampir selalu hadir
pada stadia G0 ataupun G1.
Sel telur tikus yang tidak dibuahi
digunakan sebagai penerima atau resipien dari inti donor. Setelah dienokulasi,
sel telur memiliki inti donor yang dimasukkan ke dalamnya. Nukleus donor
diambil dari sel-sel dalam hitungan menit dari setiap ekstrak sel dari tikus
tersebut. Tidak seperti pada proses yang digunakan untuk mengkloning Dolly,
percobaan Wakayama tanpa melalui proses in vitro atau di luar dari tubuh hewan,
kultur dilakukan justru pada sel-sel tersebut. Setelah satu jam sel-sel telah
menerima nukleus-nukleus yang baru. Setelah penambahan waktu selama 5 jam sel
telur kemudian ditempatkan pada suatu kultur kimia untuk memberi kesempatan sel-sel
tersebut tumbuh, sebagaimana layaknya fertilisasi secara alamiah.
Pada suatu kultur dengan suatu
substansi yang mampu menghentikan pembentukan suatu polar body, sel kedua yang
secara alami terbentuk sebelum fertilisasi. Polar body akan menjadikan jumlah
dari gen dalam sel menjadi setengah dari jumlah gen sel normal. Setelah
penyatuan, sel-sel berkembang menjadi embrio-embrio. Embrio-embrio ini kemudian
ditransplantasikan kepada induk betina donor (surrogate mother) dan akan tetap
berada di sana sampai siap untuk di lahirkan. Sel yang paling berhasil dari
proses ini adalah sel kumulus, maka penelitian dikonsentrasikan pada sel-sel
dari tipe sel kumulus. Setelah terbukti bahwa tehniknya dapat menghasilkan
kloning yang hidup, Wakayama juga membuat kloning dari kloning, dan membiarkan
mahluk klon yang asli untuk melahirkan secara alamiah untuk membuktikan bahwa
mereka memiliki kemampuan reproduksi secara sempurna.
Pada saat dia mengumumkan
keberhasilannya, Wakayama telah menciptakan lima puluh kloning. Tehnik
baru ini memungkinkan untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut tentang
bagaimana tepatnya sebuah telur memprogram ulang sebuah nukleus. Tikus
bereproduksi dalam kurun bulanan, jauh lebih cepat dibanding dengan domba. Hal
ini menguntungkan dalam hasil penelitian jangka panjang. Kloning juga sedang
diterapkan pada spesies lain. Sebagai contoh, pada awal tahun 2000, Akira
Onishi dan koleganya di Jepang, mencoba untuk mengkloning babi dengan
menggunakan tehnik Honolulu (Buchana, F., 2000).
Ada beberapa perbedaan mendasar
antara tehnik kloning Roslin yang diterapkan oleh Ian Walmut dan tehnik
Honolulu yang dilakukan oleh Wakayama. Perbedaannya dapat dilihat pada Tabel di
samping:
F. Manfaat dan Dampak Kloning
Teknologi kloning diharapkan dapat
memberi manfaat kepada manusia, khususnya di bidang medis. Beberapa
di antara keuntungan terapeutik dari
teknologi kloning dapat diringkas sebagai berikut:
1.
Untuk Pengembangan Ilmu Pengetahuan. Manfaat kloning terutama dalam
rangka pengembangan ilmu biologi, khususnya reproduksi-embriologi dan
diferensiasi.
2.
Kloning dapat menyediakan sarana budidaya tanaman yang lebih
kuat dan lebih tahan terhadap penyakit, sambil menghasilkan produk lebih.
Hal yang sama bisa terjadi pada ternak serta di mana penyakit seperti penyakit
kaki dan ulut bisa menjadi eradicated. Kloning karena itu bisa secara
efektif memecahkan masalah pangan dunia dan meminimalkan atau mungkin
kelaparan.
3.
Kloning
manusia memungkinkan banyak pasangan tidak subur untuk mendapatkan anak.
4.
Organ
manusia dapat dikloning secara selektif untuk dimanfaatkan sebagai organ
pengganti bagi pemilik sel organ itu sendiri, sehingga dapat meminimalisir
risiko penolakan.
5.
Sel-sel
dapat dikloning dan diregenerasi untuk menggantikan jaringan-jaringan tubuh
yang rusak, misalnya urat syaraf dan jaringan otot. Kemungkinan bahwa
kelak manusia dapat mengganti jaringan tubuhnya yang terkena penyakit dengan
jaringan tubuh embrio hasil kloning, atau mengganti organ tubuhnya yang rusak
dengan organ tubuh manusia hasil kloning. Di kemudian hari akan ada kemungkinan
tumbuh pasar jual-beli embrio dan sel-sel hasil kloning.
6.
Teknologi
kloning memungkinkan para ilmuan medis untuk menghidupkan dan mematikan sel-sel.
Dengan demikian, teknologi ini dapat digunakan untuk mengatasi kanker. Di
samping itu, ada sebuah optimisme bahwa kelak kita dapat menghambat proses
penuaan berkat apa yang kita pelajari dari kloning.
7.
Teknologi
kloning memungkinkan dilakukan pengujian dan penyembuhan penyakit-penyakit
keturunan. Dengan teknologi kloning, kelak dapat membantu manusia dalam
menemukan obat kanker, menghentikan serangan jantung, dan membuat tulang,
lemak, jaringan penyambung, atau tulang rawan yang cocok dengan tubuh pasien
untuk tujuan bedah penyembuhan dan bedah kecantikan.
Perdebatan tentang kloning
dikalangan ilmuwan barat terus terjadi, bahkan dalam hal kloning binatang
sekalipun, apalagi dalam hal kloning manusia. Kelompok kontra kloning diwakili
oleh George Annos (seorang pengacara kesehatan di universitas Boston) dan pdt.
Russel E. Saltzman (pendeta gereja lutheran). Menurut George Annos, kloning
akan memiliki dampak buruk bagi kehidupan, antara lain:
1.
Merusak
peradaban manusia.
2.
Memperlakukan
manusia sebagai objek.
3.
Jika
kloning dilakukan manusia seolah seperti barang mekanis yang bisa dicetak
semaunya oleh pemilik modal. Hal ini akan mereduksi nilai-nilai kemanusiaan
yang dimiliki oleh manusia hasil kloning.
4.
Kloning
akan menimbulkan perasaan dominasi dari suatu kelompok tertentu terhadap
kelompok lain. Kloning biasanya dilakukan pada manusia unggulan yang memiliki
keistimewaan dibidang tertentu. Tidak mungkin kloning dilakukan pada manusia
awam yang tidak memiliki keistimewaan. Misalnya kloning Einstein, kloning Beethoven
maupun tokoh-tokoh yang lain. Hal ini akan menimbulkan perasaan dominasi oleh
manusia hasil kloning tersebut sehingga bukan suatu kemustahilan ketika manusia
hasil kloning malah menguasai manusia sebenarnya karena keunggulan mereka dalam
berbagai bidang.
Berdasarkan pengalaman yang telah
dilakukan beberapa ulama’ dapat di ketahui mafsadat dari kloning lebih banyak
daripada maslahatnya. oleh karna itu, praktek kloning manusia bertentangan
dengan hukum islam dengan demikian kloning manusia dalam islam hukumnya haram.Dalil-dalil
keharaman:
Q.S.
An-Najm:45-46.
45. Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan
berpasang-pasangan pria dan wanita.
46. Dari air mani, apabila dipancarkan.
Disini
menyatakan bahwa logika syari’at Islam dengan nash-nashnya yang mutlak, kaidah-kaidahnya
yang menyeluruh, dan berbagai tujuan umumnya, melarang praktik kloning pada
manusia. Karena jika kloning ini dilakukan pada manusia, maka akan
mengakibatkan berbagai kerusakan sebagai berikut:
1.
Hilangnya hukum variasi di alam raya.
2.
Kerancuan hubungan antara orang yang di
kloning dengan orang hasil kloningannya.
3.
Kemungkinan kerusakan lainnya seperti
terjangkit penyakit.
4.
Kloning bertentangan dengan sunnah
untuk berpasang-pasangan.
G. Kelebihan dan Kelemahan Kloning
Keunggulan kloning antara
lain:
1.
Kloning
pada tanaman dan hewan adalah untuk memperbaiki kualitas tanaman dan hewan,
meningkatkan produktivitasnya.
2.
Mencari
obat alami bagi banyak penyakit manusia-terutama penyakit-penyakit kronis-guna
menggantikan obat-obatan kimiawi yang dapat menimbulkan efek samping terhadap
kesehatan manusia.
3.
Untuk
memperoleh hormone pertumbuhan, insulin, interferon, vaksin, terapi gen dan
diagnosis penyakit genetik.
4.
Upaya
konservasi pada hewan atau tumbuhan langka
Kelemahan kloning antara lain:
1.
Kloning
pada manusia akan menghilangkan nasab.
2.
Kloning
pada perempuan saja tidak akan mempunyai ayah.
3.
Menyulitkan
pelaksanaan hukum-hukum syara’. Seperti, hukum pernikahan, nasab, nafkah,
waris, hubungan kemahraman, hubungan ‘ashabah, dan lain-lain.
4.
Resiko
kesehatan pada hewan yang dikloning.
5.
Menurunkan
tingkat keanekaragaman
H. Bioetika Kloning
Tujuan kloning ini
adalah untuk menciptakan mahluk baru, sehingga banyak yang berpendapat ini
adalah upaya “playing GOD”yang tidak dapat dibenarkan. Hal ini memicu kontroversi
tentang kloning di berbagai belahan dunia. Berbagai kalangan
mereaksi dengan keras bahwa jika teknologi ini diterapkan pada manusia, maka
teknologi kloning sungguh tidak dapat dibenarkan secara moral. Teknologi
kloning pada manusia akan menimbulkan begitu banyak persoalan etis dan moral
yang amat serius. Salah satu contoh pelarangan teknologi kloning pada manusia
muncul dari National Bioethics Advisory Commision (Amerika Serikat) yang
menyatakan bahwa: “Untuk saat ini, secara moral tidak dapat diterima bila
seseorang mencoba untuk menciptakan anak dengan mempergunakan teknik somatic
cell nuclear transfer kloning, baik secara pribadi maupun secara umum, baik
dalam lingkup riset maupun dalam lingkup klinis”. Hal yang sama juga terjadi di
Parlemen Uni Eropa yang melarang setiap negara anggotanya melakukan kloning
terhadap manusia. Meski demikian, perdebatan mengenai kloning pada manusia
masih terus berlanjut.
Hingga waktu ini sikap
para ilmuwan, organisasi profesi dokter dan masyarakat umumnya adalah bahwa
pengklonan individu yaitu pengklonan untuk tujuan reproduksi (reproductive
kloning) dengan menghasilkan manusia duplikat, kembaran identik, manusia
fotokopi yang berasal dari sel induk dengan cara implantasi inti sel tidak
dibenarkan, tetapi untuk tujuan terapi (therapeutic kloning) dianggap etis.
Etika tentang klonasi/kloning
dalam adeddum Buku Kedokteran Indonesia disebutkan bahwa menolak dilakukan
kloning terhadap manusia karena upaya itu mencerminkan penurunan derajat serta
martabat manusia sampai setingkat bakteri. Sehingga para ilmuwan dihimbau untuk
tidak melakukan klonasi dalam kaitan dengan reproduksi manusia. Tetapi
mendorong ilmuwan untuk tetap menggunakan bioteknologi kloning pada:
1.
Sel atau jaringan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan
melalui antara lain: pembuatan zat anti atau antigen monoclonal yang banyak
digunakan dalam bidang kedokteran baik aspek diagnostic maupun dalam
pengobatan.
2.
Dalam sel maupun jaringan hewan dalam upaya penelitian
kemungkinan penggunaan klonasi organ serta penelitian lebih lanjut tentang
kemungkinan digunakannya klonasi organ manusia untuk kepentingan
dirinya sendiri. Kajian bioetika sangat perlu dilakukan dengan seksama, dalam
menilai masalah kloning. Yang sangat utama untuk diperhatikan adalah seharusnya
kloning hanya dilakukan untuk kepentingan kesejahteraan kehidupan serta tidak
menyalahi etika dan moral.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Kloning Manusia
Beberapa sumber menyebutkan, para
peneliti tersebut beralasan bahwa hal ini menyangkut pribadi sekaligus
melanggar privasi dari pendonor gen jika diberitakan secara luas. Mungkin saja,
penyembunyian berita-berita seperti ini dilakukan, karena masih banyaknya
kontroversi serta pro dan kontra yang terjadi di masyarakat mengenai
pengkloningan manusia yang dianggap melanggar kodrat alam dan tidak sesuai
dengan etika yang dianut dari agama.
Proses kloning pada manusia,
sebenarnya tidak memiliki banyak perbedaan dengan bayi tabung atau in
vitro fertilization. Dalam proses ini, sperma sang suami dicampur ke dalam
telur sang istri dengan proses in vitro di dalam tabung kaca.
Setelah sperma tumbuh menjadi embrio,
embrio tersebut ditanamkan kembali ke dalam tubuh si ibu, atau perempuan lain
yang menjadi ’ibu tumpang’. Bayi yang lahir secara biologis merupakan anak
suami-istri tadi, walaupun dilahirkan dari rahim perempuan lain.
Proses kloning manusia dapat dijelaskan
secara sederhana sebagai berikut:
1.
Mempersiapkan
sel stem: suatu sel awal yang akan tumbuh menjadi berbagai sel tubuh. Sel
ini diambil dari manusia yang hendak dikloning.
2.
Sel
stem diambil inti sel yang mengandung informasi genetic kemudian dipisahkan
dari sel.
3.
Mempersiapkan
sel telur: suatu sel yang diambil dari sukarelawan perempuan kemudian
intinya dipisahkan.
4.
Inti
sel dari sel stem diimplantasikan ke sel telur
5.
Sel
telur dipicu supaya terjadi pembelahan dan pertumbuhan. Setelah membelah
(hari kedua) menjadi sel embrio.
6.
Sel
embrio yang terus membelah (disebut blastosis) mulai memisahkan diri (hari ke
lima) dan siap diimplantasikan ke dalam rahim.
7.
Embrio
tumbuh dalam rahim menjadi bayi dengan kode genetik persis sama dengan sel stem
donor.
B. Kloning Hewan
Di alam, sebenernya kloning bisa
saja terjadi. Reproduksi aseksual pada beberapa jenis organisme dan penemuan
mengenai munculnya sel kembar dalam satu telur juga merupakan apa yang disebut
dengan kloning. Dengan kemajuan bioteknologi sekarang ini, bukan mustahil untuk
menciptakan lebih lanjut mengenai kloning pada hewan.
Pertama kali para ilmuwan berusaha
membentuk sel kloning pada hewan tidak berhasil selama bertahun-tahun lamanya.
Kesuksesan pertama yang diraih oleh ilmuwan pada saat mereka berhasil
mengkloning seekor kecebong dari sel embrio di tubuh katak dewasa. Namun
demikian, kecebong tersebut tidak pernah berhasil tumbuh menjadi katak dewasa.
Kemudian, dengan menggunakan nuclear trasnfer di sel embrio,
para ilmuwan mulai melakukan penelitian terhadap kloning hewan mamalia. Tapi
sekali lagi, hewan-hewan tersebut tidak pernah mencapai hidup yang panjang.
Kloning pertama yang berhasil
diujicobakan dan bisa bereproduksi adalah seekor domba yang dinamakan Dolly.
Dolly ditemukan oleh Ian Wilmut dan kawan-kawanya di Skotlandia pada tahun
1997. Tapi tidak sama dengan uji coba kloning sebelumnya yang menggunakan sel
embrio, kloning dolly menggunakan sel dari domba dewasa. Karena sel domba
dewasa ini dianggap sudah tua, maka, dolly pun jadi berumur pendek, walau tidak
sependek hewan lain hasil kloningan dengan menggunakan sel embrio.
Sekarang ini, para ilmuwan sudah
sukses mengkloning banyak hewan seperti tikus, kucing, kuda, babi, anjing,
rusa, dan sebagainya dari sel embrio maupun sel non-embrio, tergantung dari
tujuan pengkloningan tersebut. Jika, diharapkan hewan hasil kloning yang bisa
bereproduksi, maka digunakanlah sel non-embrio, sedangkan jika diharapkan hewan
kloning yang tidak harus bisa bereproduksi, maka digunakan sel embrio.
Proses kloning hewan melalui tahap
berikut, yaitu mengekstrak nukleus DNA dari suatu sel embrio kemudian
ditanamkan dalam sel telur yang sebelumnya intinya sudah dihilangkan. Kadang-kadang
proses ini distimulasi oleh manusia menggunakan alat dan bahan-bahan kimia. Sel
telur yang sudah dibuahi ini kemudian dimasukkan kembali ke dalam tubuh sel
hewan inangnya dan membentuk sifat yang identik.
Beberapa ilmuwan menjadikan hewan
hasil kloningan yang tidak bisa bereproduksi sebagai bahan pangan. Namun
baru-baru ini, diberitakan bahwa hewan hasil kloning, tidak layak untuk
dikonsumsi sebagai makanan manusia walau belum ada bukti pasti mengenai hal
tersebut. Penelitian lebih lanjut mengenai hal ini masih terus dilakukan.
C. Kloning Tumbuhan
Nama lain dari kloning pada tumbuhan
adalah kultur jaringan, yaitu suatu teknik untuk mengisolasi, sel, protoplasma,
jaringan, dan organ dan menumbuhkan bagian tersebut pada nutrisi yang
mengandung zat pengatur tumbuh tanaman pada kondisi aseptik, sehingga
bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman
sempurna kembali.
Dalam kultur jaringan ada beberapa
factor yang mempengaruhi regenerasi tumbuhannya, yaitu:
1.
Bentuk
regenerasi dalam kultur in vitro, seperti pucuk adventif atau
embrio somatiknya.
2.
Eksplan,
yaitu bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan awal untuk perbanyakan
tanaman. Yang penting dalam eksplan ini adalah factor varietas, umur, dan jenis
kelaminnya. Bagian yang sering menjadi ekspan adalah pucuk muda, kotiledon,
embrio, dan sebagainya.
3.
Media
tumbuh, karena di dalam media tumbuh terkandung komposisi garam anorganik, zat
pengatur tumbuh, dan bentuk fisik media.
4.
Zat
pengatur tumbuh tanaman. Faktor yang perlu diperhatikan dalam penggunaan zat
ini adalah konsentrasi, urutan penggunaan dan periode masa induksi dalam kultur
tertentu.
5.
Lingkungan
Tumbuh yang dapat mempengruhi regenerasi tanaman meliputi temperatur, panjang
penyinaran, intensitas penyinaran, kualitas sinar, dan ukuran wadah kultur.
D. Kloning Ditinjau dari Beberapa
Aspek Kehidupan
1.
Kloning Gen Ditinjau Dari Peluang
Alam
Daniel Callahan 1972 (dikutip dari
shannon, TA. 1987), menyebutkan adanya 3 orientasi dasar yang mempengaruhi cara
kita memandang peluang alam yaitu:
a.
Pertama, ada model yang memandang alam
sebagai sesuatu yang plastis, dalam arti bisa direka/diolah oleh manusia. Dalam
prespektif ini, alam dilihat sebagai hal yang asing dan jauh dari manusia. Alam
itu bersifat plastis sejauh dapat dibentuk dam dimanfaatkan dengan cara apapun
yang dianggap sesuai oleh manusia. Dengan demikian, alam adalah milik manusia
yang dapat dimanfaatkan sesukanya.
b.
Kedua, alam dapat dihayati sebagai hal
yang suci. Pandangan ini dapat dijumpai dalam tradisi keagamaan baik ditimur
maupun di barat. Taoisme mengasumsikan kesesuaian individu dengan alam,
sehingga bisa menjadi bagian dari keseluruhan kosmis yang ditayangkan oleh
alam. Teolog dari abad pertengahan memandang alam sebagai jejak Tuhan. Manusia
boleh mengintervensi alam, asal perbuatannya itu mengetahui ukuran dan tidak
terlalu banyak.
c.
Ketiga, merupakan suatu model teologis.
Pengertian ini mengasumsikan adanya tujuan dan logika dalam alam. Terdapat
suatu dinamisme internal dalam alam yang membawanya kepada tujuan atau maksud
tertentu. Setiap campur tangan dalam alam harus menghomati tujuan-tujuan ini,
sehingga dengan demikian mencegah akan terjadinya pelanggaran terhadap keutuhan
alam. Dengan demikian juga jangkauan terhadap intervensi manusia dalam alam
ditentukan oleh dinamisme alam itu sendiri.
2.
Kloning Gen Ditinjau dari Segi Etik
Profesi
Salah satu perdebatan dalam etik
profesi adalah menyangkut tanggung jawab para ilmuan, atau lebih umum tanggung
jawab para ahli. Gustafon dalam beberapa tahun 1970 (dikutip dari shannon, TA.
1987), mengemukakan beberapa model yang dapat dipakai untuk menangani masalah
tanggung jawab profesi ini yaitu:
a.
Pertama, para ilmuwan berhak untuk
melakukan apa saja yang mungkin dilakukan. Pembenaran dari pendapat ini adalah
nilai yang inheren pada pengenalan itu sendiri. Hal itu juga dilengkapi dengan
pertimbangan bahwa keingintahuan intelektual merupakan suatu nilai khusus
disamping naluri yang melekat pada manusia untuk memecahkan persoalan. Dalam
model ini, satu-satunya kendala yang membatasi adalah tiadanya kemampuan
teknis.
b.
Kedua, para ilmuwan yang tidak berhak
untuk mencampuri alam. Larangan yang tegas ini didasarkan atas keyakinan bahwa
alam itu suci atau adanya anggapan bahwa setiap penelitian melangar batas yang
ditentukan oleh alam. Namun banyak yang tidak setuju untuk menggunakan prinsip
ini secara mutlak, melainkan memahaminya sebagai suatu dorongan yang kuat untuk
mempraktekkan tangung jawab yang sudah ada sebelumnya.
c.
Ketiga, ilmuwan tidak berhak untuk
mengubah ciri-cir manusia yang khas. Model tanggung jawab ini berkaitan dengan
pandangan tedeologis tentang alam, yang menganggap bahwa intervensi dalam alam
dibatasi oleh suatu faktor khusus, yaitu ciri-ciri manusia.
3.
Kloning Gen Ditinjau Dari Hukum
Agama
Prestasi ilmu pengetahuan yang
sampai pada penemuan proses kloning, sesungguhnya telah menyingkapkan sebuah
hukum alam yang ditetapkan Allah SWT pada sel-sel tubuh manusia dan hewan,
karena proses kloning telah menyikap fakta bahwa pada sel tubuh manusia dan
hewan terdapat potensi menghasilkan keturunan, jika intisel tubuh tersebut
ditanamkan pada sel telur perempuan yang telah dihilangkan inti selnya. Jadi
sifat inti sel tubuh itu tak ubahnya seperti sel sperma laki-laki yang dapat
membuahi sel telur peermpuan. Pada hakikatnya islam sangat menghargai iptek.
Oleh sebab itu islam terhadap kloning tersebut tentunya sangat ditunggu-tunggu
oleh masyarakat internasional. Didalam islam berbeda antara hukum kloning
binatang dan manusia.
Pada hukum kloning pada manusia. Menurut buku fatawa mu’ashiroh karangan Yusuf Qurdhowy bahwa tidak diperbolehkanya kloning terhadap manusia. Atas beberapa pertimbangan diantaranya :
Pada hukum kloning pada manusia. Menurut buku fatawa mu’ashiroh karangan Yusuf Qurdhowy bahwa tidak diperbolehkanya kloning terhadap manusia. Atas beberapa pertimbangan diantaranya :
a.
Pertama: Dengan kloning akan meniadakan
keanekaragaman (varietas).
ALLAH SWT telah menciptakan alam ini dengan kaedah keanekaragaman. Hal tersebut tertuang dalam Al-Qur’an surat fathir ayat 26 dan 27. Sedangkan dengan kloning akan meniadakan keanekaragaman tersebut. Karena dengan kloning secara tidak langsung menciptakan duplikat dari satu orang. Dan dengan ini akan dapat merusak kehidupan manusia dan tatanan sosial dalam masyarakat, efeknya sebagian telah kita ketahui dan sebagian lainnya kita ketahui di kemudian hari.
ALLAH SWT telah menciptakan alam ini dengan kaedah keanekaragaman. Hal tersebut tertuang dalam Al-Qur’an surat fathir ayat 26 dan 27. Sedangkan dengan kloning akan meniadakan keanekaragaman tersebut. Karena dengan kloning secara tidak langsung menciptakan duplikat dari satu orang. Dan dengan ini akan dapat merusak kehidupan manusia dan tatanan sosial dalam masyarakat, efeknya sebagian telah kita ketahui dan sebagian lainnya kita ketahui di kemudian hari.
b.
Kedua: Kloning manusia akan menghilang
nasab (garis keturunan).
Bagaimana dengan hubungan orang ang mengkloning dan hasil kloningan tersebut, apakah dihukumi sebagai duplikatnya atau bapaknya ataupun kembarannya, dan ini adalah permasalahan yang kompleks. Kita akan kesulitan dalam menentukan nasab hasil kloningan tersebut. Dan tidak menutup kemungkinan kloning dapat digunakan untuk kejahatan, Siapa yang bisa menjamin jikalau diperbolehkan kloning tidak akan ada satu negara yang mencetak ribuan orang yang digunakan sebagai prajurit militer yang berfungsi menumpas negara lain.
Bagaimana dengan hubungan orang ang mengkloning dan hasil kloningan tersebut, apakah dihukumi sebagai duplikatnya atau bapaknya ataupun kembarannya, dan ini adalah permasalahan yang kompleks. Kita akan kesulitan dalam menentukan nasab hasil kloningan tersebut. Dan tidak menutup kemungkinan kloning dapat digunakan untuk kejahatan, Siapa yang bisa menjamin jikalau diperbolehkan kloning tidak akan ada satu negara yang mencetak ribuan orang yang digunakan sebagai prajurit militer yang berfungsi menumpas negara lain.
c.
Ketiga: Dengan kloning akan mengilangkan
Sunatullah (nikah).
Allah SWT telah menciptakan manusia, tamanan, binatang dengan berpaang-pasangan. Surat Addariyat 46.. Anak-anak produk kloning tersebut dihasilkan melalui cara yang tidak alami. Padahal justru cara alami itulah yang telah ditetapkan Allah SWT untuk manusia dan dijadikan-Nya sebagai sunnatullah untuk menghasilkan anak-anak dan keturunannya. Allah SWT berfirman: ” dan Bawasannya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan, dari air mani apabila dipancarkan.” (QS. An Najm : 45-46).
Allah SWT telah menciptakan manusia, tamanan, binatang dengan berpaang-pasangan. Surat Addariyat 46.. Anak-anak produk kloning tersebut dihasilkan melalui cara yang tidak alami. Padahal justru cara alami itulah yang telah ditetapkan Allah SWT untuk manusia dan dijadikan-Nya sebagai sunnatullah untuk menghasilkan anak-anak dan keturunannya. Allah SWT berfirman: ” dan Bawasannya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan, dari air mani apabila dipancarkan.” (QS. An Najm : 45-46).
d.
Keempat: Memproduksi anak melalui proses
kloning akan mencegah pelaksanaan banyak hukum-hukum syara’. Seperti hukum
tentang perkawinan, nasab, nafkah, hak, dan kewajiban antar bapak dan anak,
waris, perawatan anak, hubungan kemahraman, hubungan ’ashabah dan lain-lain.
Disamping itu koning akan mencampur adukkan dam menghilangkan nasab serta
menyalahi fitra yang telah diciptakan Allah SWT untuk manusia dalam masalah
kelahiran anak. Kloning manusia sesungguhnya merupakan perbuatan keji yang akan
dapat menjungkir balikkan struktur kehidupan masyarakat.
Berdasarkan dalil-dalil itulah
proses kloning manusia diharamkan menurut hukum islam dan tidak boleh dilaksanakan.
Allah SWT berfirman mengenai perkataan iblis terkutuk, yang mengatakan: ”...dan
akan aku (iblis) suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka
mengubahnya.” (QS.An Nisaa’ : 119).
4.
Kloning Gen Ditinjau Dari Hukum Di
Indonesia
Dalam UU kesehatan No.23 tahun 1992
terdapat ketentuan pasal-pasal tentang kehamilan di luar cara alami sebagai
berikut:
Pasal 16
a.
Kehamilan
diluar alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk membantu suami
istri mendapat keturunan. Penjelasan: Jika secara medis dapat membuktikan bahwa
pasangan suami istri yang sah dan benar-benar tidak dapat memperoleh keturunan
secara alami, pasangan suami istri tersebut dapat melakukan kehamilan diluar
cara alami sebagai upaya terakhir melalui ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran.
b.
Upaya
kehamilan diluar alami sebagimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan
oleh pasangan suami istri yang sah dan dengan ketentuan:
1)
Hasil
pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan, ditanamkan dalam
rahim istri dari mana ovum berasal.
2)
Dilakukan
oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan wewenangan untuk itu.
3)
Pada
sarana kesehatan tertentu. Penjelasan: Pelaksanaan upaya kehamilan diluar cara
alami harus dilakukan sesuai dengan norma hukum, norma kesusilaan, dan norma
kesopanan. Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki
tenaga dan perelatan yang telah memenuhi persyaratan untuk menyelenggarakan
upaya kehamilan diluar cara alami dan ditunjuk oleh pemerintah.
c.
Ketentuan
mengenai persyaratan dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan peraturan
pemerintah. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam peraturan ini ialah:
1)
Sperma
harus berasal dari suami sah dari pemilik ovum. Bila sperma berasal dari
laki-laki lain, hukumannya sama dengan perzinaan.
2)
Hasil
pembuahan tidak boleh ditanam di dalam rahim wanita yang bukan pemilik ovum
yang dibuahi tersebut.
3)
Yang
dimasud dengan keturunan adalah sperma dari suami.
Ketentuan pidana.
Ketentuan pidana untuk pelaku upaya
kehamilan diluar cara alami diatur dalam pasal 82 ayat (2) a yang berbunyi:
Melakukan upaya kehamilan diluar cara alami yang tidak sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
5.
Pandangan Etika
Setelah dilaporkan tentang Dolly,
seekor anak domba yang berhasil di klon dari sel domba dewasa. Segera timbul
pertanyaan di masyarakat terutama para ahli, apakah nantinya manusia juga akan
di klon? Sebab, teknologi ini dapat diterapkan pada semua mamalia termasuk juga
manusia. Tetapi dengan demikian munculah masalah etika, yang didasari berbagai
pertanyaan seperti apakah yang telah dilakukan dengan hewan ini boleh dilakukan
pada manusia? Sejauh manakah manusia dapat dan boleh malangkah ke depan tanpa
kehilangan kemanusiaanya?
Para ilmuwan berpendapat dan
memiliki keyakinan yang besar akan hal ini dapat membantu pasangan yang
infertil yang tidak bisa dibantu dengan metode lain untuk bisa mendapatkan
keturunan.
Dilihat dari tujuan kloning
reproduktif yaitu penciptaan manusia baru maka kloning manusia dapat dikatakan
tidak etis karena tentu saja hal ini melampaui kekuasaan Tuhan.
Dilihat dari tujuan kloning
dikatakan etis apabila digunakan untuk tujuan kesehatan atau tujuan klinik.
Penelitian yang berlangsung menyangkut diri manusia harus bertujuan untuk
menyempurnakan tata cara diagnostic, terapeutik dan pencegahan serta
pengetahuan tentang etiologi dan tatogenesis. Dan juga kloning tidak
disalahgunakan untuk kepentingan pribadi yang dari pengembangannya untuk tujuan
ekonomi, militerisme dan tindakan-tindakan kriminal.
6.
Pandangan Medik
a.
Riset
klinis harus disesuaikan dengan prinsip moral dan ilmu pengetahuan yang
membenarkan riset medis. Selain itu, riset klinis hendaknya didasarkan atas
percobaan laboratoris dan eksperimen dengan bintang atau fakta-fakta ilmiah
yang sudah pasti.
b.
Riset
klinis hendaknya secara sah, oleh ahli yang berkompeten dan dibawah pengawasan
tenaga medis yang ahli dibidangnya.
c.
Setiap
proyek riset klinis hendaknya didahului oleh suatu taksiran yang cermat
terhadap bahaya-bahaya yang mungkin terjadi didalamnya dan dibandingkan dengan
manfaat yang diperkirakan dapat diperoleh oleh orang yang menjadi objek riset
atau orang lain.
d.
Dokter
seharusnya memberikan perhatian khusus dalam menjalankan riset klinis yang mungkin
merubah kepribadian orang.
BAB
IV PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Kloning
adalah cara bereproduksi secara aseksual atau untuk membuat salinan atau
satu set salinan organisme mengikuti fusi atau memasukan inti
diploid kedalam oosit.
2.
Ada
3 jenis kloning yaitu kloning DNA rekombinan, kloning kesehatan (terapeutic
clonig), dan kloning reproduksi (reproductive cloning), sedangkan tehniknya ada
2 yaitu tehnik roslin dan tehnik honolulu.
3.
Kelebihan kloning antara lain yaitu
memperbaiki kualitas dan meningkatkan produktivitas tanaman, mengembangkan
teknologi medis dalam membantu pengobatan, membantu pasutri yang infertilitas untuk
memiliki anak, dan lain-lain.
4.
Kelemahan kloning antara lain menurunkan
tingkat keanekaragaman (variasi), menghilangkan garis keturunan (jika dilakukan
pada manusia), dan lain-lain.
5.
Kloning masih menjadi salah satu
teknologi yang menjadi kontroversi di berbagai kalangan seperti ilmuan dan para
pemuka agama.
B. Saran
Sebagai
mahluk yang berpikir, manusia hendaknya mempertimbangkan dan
mempertanggungjawabkan segala sesuatu yang hendak dilakukan, termasuk kloning.
Kloning merupakan teknologi yang masih banyak diperdebatkan oleh berbagai
kalangan, walaupun telah terbukti memiliki kelebihan-kelebihan yang dapat
membantu bidang kehidupan. Kloning hendaknya dilaksanakan dengan tujuan dan
prosedur kerja yang benar-benar baik serta mendapat pengawasan dari yang berwenang,
karena banyak sekali pihak-pihak yang pro dan kontra.
DAFTAR PUSTAKA